Sweet 17th
*part 2: new reason*
“Gita! yang serius dong ngerjain tugas nya!” teriak
Mei membuyarkan lamunanku.
Entah mengapa aku lebih suka melamun daripada
mengerjakan tugas dari Mrs. Chianti yang ada di depan mata.
“Eh iya Mei, maaf deh ga sengaja hehehe” ku
sunggingkan senyuman pada Mei.
“yaudah cepet ngerjain nya. Udah mau bel nih” ujar
Mei lalu mulai menulis lagi.
Yaah Mei memang begitu. Suara nya menggelegar bagai toa
masjid. Walaupun begitu, dia salah satu teman terdekatku di kelas ini. Nama
lengkapnya Meily Sudjibto suara nya keras kadang lemah lembut tapi tetap dapat
mengguncangkanku dari lamunan.
Aku Gita Hariyani. Di kelas ini, aku memang terkenal
agak kacau karna sering melamun. Tapi bukan berarti aku tidak bisa mengerjakan
latihan matematika atau mengerjakan soal vector dalam fisika. Nilai raport ku
termasuk 10 besar se-SMA ini loh. Memang aku tak begitu popular, bahkan tidak
dikenal kakak kelas di sekolah ini ataupun adik kelas di SMA ini. Mungkin
se-SMA ini tidak mengetahui aku kecuali guru yang mengajar di kelas XI.IPA2.
yah karna aku tak begitu aktif di bidang ekstrakulikuler jadi tentu saja aku
tak begitu dikenal.
KRING..KRING…KRING…
“udah selesai kan Git?” Tanya Mei.
“sure! I
finished it!” kataku riang
“great! Come
on to go canteen”
“lets go girl!”
Aku bangkit dari kursi dan menyerahkan tugas pada
ketua kelas untuk diserahkan kepada empu nya soal. Ku lihat Mei sudah di luar
kelas menungguku sambil memaikan handphone nya. Aku berlari menghampiri Mei. Kantin
sekolah kami memang agak jauh dan harus berjalan dengan melewati lapangan
basket. Jantungku berdegup kencang. Hampir saja aku mati berdiri melihat dia
bermain basket.
“Ardan! Kalau mau main basket nunggu yang lain
dong!”
Suara itu mengagetkanku. Ku kira semua nya tahu kalau
aku menyukai Ardan dari kelas XIIPA4. Ternyata kawannya toh yang teriak-teriak
sambil menggil namanya. Huuh aku panik sekali. Ku lirik wajah Mei, sesaat dia
tersenyum dan kemudian kembali memainkan handphone nya. Tapi aku tak begitu
mengkhawatirkan senyuman Mei padaku. Aku duduk di salah satu bangku di kantin
yang menghadap lapangan basket. Mei memesan nasi goreng dan aku memesan Es
Jeruk. Ku lihat wajah Ardan yang gembira bermain basket.
Ardan mungkin salah satu cowok popular, dia memiliki
wajah yang cukup tampan, jago basket, pintar dalam bidang fisika, dan kerap
kali menjadi juara di lomba fisika dan akhir-akhir ini aku sering lihat dia di
taman dengan membawa sepeda. Mungkin dia anak klub sepeda yang ada di sekitar
kompleks. meskipun kami sama-sama dikelas XIIPA tapi rasanya tidak mungkin jika
Ardan mengenal aku.
“hayoooo, ngelamun terus..!”
“duh Mei, jangan bikin kaget dong!” kataku sewot
“habis daritadi aku perhatiin kamu ngelamun terus.
Oh iya ini minum nya” mei menyodorkan gelas berisi cairan dingin berwarna
orange.
“thanks. Engga kok. Hanya berimajinasi saja” jawabku
seenaknya sambil menerima gelas yang disodorkan Mei.
“ciyus? Miapa? Cungguh?”
“ciyus dong, miapajadeh, cungguh cayangku”
“aku makan dulu ya”
Tanpa aku jawab pun dia sudah memakan makanan nya.
Lagi-lagi mata ini menatap cowok tampan itu. Mata kami saling bertemu….
UHUK..UHUK..
“git, kenapa?” Mei menatapku.
Aku menggelengkan kepala. Uh, aku tersedak minumanku
sendiri. Memalukan. Wajahku terasa panas. Jika aku berkaca mungkin warna wajahku
yang semula sawo matang berubah menjadi merah semerah lampu lalu lintas. Aku
malu! Ya Allah, mataku bertemu matanya dan itu membuat jantungku berdegup dua
kali lebih cepat. Apa dia memperhatikan aku? ku lihat kearah lapangan basket.
Ardan tak ada disana. Aku kecewa. Tapi aku berpura-pura tak ada masalah.
“Gita!”
Sebuah sapaan dari arah belakang. Akupun menoleh.
Aku tersenyum ketika melihat siapa yang menyapaku.
“hei Din, mau makan juga?”
Dina tersenyum dan duduk di mejaku.
“iya nih, lapar banget hehehe menguras otak tadi tuh
pelajaran matematika.”
Aku terkekeh, Dina memang periang, ramah, lucu,
pintar dan cantik. Dia juga salah satu temaknku yang baik. Aku kenal dia karena
semasa MOS, kami berdua selalu bersama dalam kelompok apapun. Meski sekarang
dia di XIIPA3 dan aku di XIIPA2 tapi kami masih sering bersama.
“kalo gitu pesen aja makanan nya ntar aku yang
bayar” Mei menimpali.
“serius nih?” dina mengangkat alisnya.
“iya ciyus, uang nya dari anda tentu saja. Saya
memang terlalu mendramatisir” Mei tertawa puas sedangkan wajah Dina terlihat
sepat.
“gaya bahasa mu layak nya Sherlock Holmes saja. Tapi agak beda sih jika dibandingkan suara
serak mu. Hahaha” aku tertawa, dina pun tertawa.
“ga apa-apa kan? Toh Sherlock kan tokoh fiksi yang sangat jenius. Albert Einstein mungkin kalah.” Mei membela.
“huss, udah ah bahas yang lain nya aja. Sherlock melulu. Gak ngerti nih” Dina
memasang innocence face.
“mau?” Ardan menawarkan permen karet.
Mana aku tahu ada orang, tiba-tiba saja aku menoleh
ke samping. Ya Allah, Ardan ada di dekat ku!
“hmm, engga makasih.” Dina tersenyum.
“sini ar, duduk!”
Mei menunjuk kursi kosong di samping nya. Yaps itu
berarti tepat di depanku! Apa yang harus ku lakukan? Ardan berada dalam radius
50 cm! oh god!
“Git? Kenapa?”
suara Ardan terasa begitu lembut di telingaku. Tuggu
dulu! Tadi bilang apa? “Git?” artinya dia tahu namaku? Dia memperhatikan aku! Astaga!
Aku sangat grogi. What will I do?
“eh..emm.. ga apa-apa kok. Mau makan juga?”
Mungkin suaraku terdengar parau. Duh lagian
pertanyaan macam apa ini? Nanti disangka sok kenal lagi! Ampun sekarang tanggal
berapa sih sampe harus mengalami sport
jantung berkali-kali?! Aku mengumpat dalam hati.
“ah engga, Cuma mau beli minum haus sih tadi abis
main sama anak-anak” Ardan melemparkan senyumnya padaku. Ya padaku!! Rasanya
ingin loncat tapi tentu saja aku tidak melakukannya.
“oh gitu”
Gita!! Please deh! Itu Ardan! Jawabnya yang bener
kek daritadi nimpalin nya yang enggak-enggak aja tuh. Aku menggerutu dalam
hati.
“yaa gitu deh, hehhe” ardan masih terlihat riang.
Ketika ku beranikan untuk menatap matanya, pandangan
bukan padaku. Tapi pada Dina! Dina yang ada di sebelahku! Dan Dina pun
memperlihatkan sikap yang tidak seperti biasanya. Seperti grogi untuk bertemu
Ardan. Persis seperti aku. tapi, apakah Dina juga menyukai Ardan?. Berbagai
pertanyaan berkecamuk dihati ini. Dan ketika melihat Dina melempar jokes pada Ardan, dan itu membuat mereka
semua tertawa (tentu saja aku tidak. Karna aku berusaha menyibukkan diri dengan
bermain handphone) muncul adanya suatu perasaan yang yaah tak dapat dituliskan/digambarkan
olehku.
“hey all, aku ke perpus dulu yaa, lupa nih besok ada
tugas biologi. Siapa tau dapet materi di sana. Duluan yaa” akupun langsung
pergi tanpa mengajak Mei.
Baru saja aku masuk perpustakaan dan menemukan buka
yang memang pernah aku baca sebelumnya. Seketika itu bel masuk berbunyi. Saking
terburu-burunya, aku menabrak seorang cewek.
“sorry yaa..”
“kalau mau lari, liat sekitarmu dulu dong kak!” ujar
ceweek itu.
“huss.. apaan sih kamu, jangan gitu sama kakak
kelas. Maaf yaa kak, kami emang lagi gak liat jalan.” Cowok nya membelaku,
jelas sekali dari nadanya.
“oh darling, please don’t!” ujar cewek itu dengan
nada merajuk dan memeluk lengan sang cowok.
“maaf yaa de, tadi gak sengaja. permisi”
Aku berlari kekelas, ternyata guru belum datang.
Huuh aku bernafas lega. Setidaknya aku ga harus mendengar ceramah jika ada
siswa/I yang datang terlambat kekelas.
15menit berlalu, aku bosan kalau hanya menunggu,
jadi aku menyetel playlist di hapeku dengan menggunakan earphone.
“…He's
the reason for the teardrops on my guitar
The only thing that keeps me wishing on a wishing star
He's the song in the car I keep singing, don't know why I do…”
The only thing that keeps me wishing on a wishing star
He's the song in the car I keep singing, don't know why I do…”
***TO BE CONTINUE***